Lantas siapa yang bertanggung jawab atas rasa yang terlanjur merasuk dalam kalbu. Aku? Bukankah bibit rasa itu selalu kita berdua yang pupuki dan sirami.
Cinta terlalu syahdu melarut dalam pasir waktu. Sudah bersamamu di tujuh belas purnama. Patutkah ia tak berbahagia karenanya? Meski tak di tiap purnama sinarmu nampak. Selamat hari kita, Sayang…
Dan aku yang bukan dan tidak akan menjadi siapa siapa di cerita masa depanmu. Masih saja mendekap tubuhmu dengan hangat. Masih saja menggenggam jemarimu dengan erat. Masih saja mencium pipimu dengan manis. Ini apa bagimu selain kebodohan? Katamu aku begitu.